_--great community--_
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

_--great community--_


 
IndeksIndeks  PortailPortail  PencarianPencarian  Latest imagesLatest images  PendaftaranPendaftaran  Login  

 

 Resensi Tentang Film Mengejar Mas Mas

Go down 
PengirimMessage
o0o_dj.îñdrì_o0o
Member
Member
o0o_dj.îñdrì_o0o


Jumlah posting : 46
Age : 44
Location : (¯`·._.• jåkårtå •._.·´¯)
Registration date : 13.08.07

Resensi Tentang Film Mengejar Mas Mas Empty
PostSubyek: Resensi Tentang Film Mengejar Mas Mas   Resensi Tentang Film Mengejar Mas Mas Icon_minitimeWed Aug 15, 2007 6:20 pm

(Tak Perlu) Mengejar yang Tak Tertangkap

Judul: MENGEJAR MAS-MAS
Sutradara: Rudy Soedjarwo
Skenario: Monty Tiwa
Pemain: Dinna Olivia, Dwi Sasono, Poppy Sovia
Produksi: DePic Production, 2007


JIKA kita boleh meminjam satu ungkapan dunia perbukuan, di perfilman
juga berlaku pesan serupa: jangan menilai sebuah film dari judulnya.
Penonton yang belum mengenal Rudi Soedjarwo (selalu ada kemungkinan
seperti itu, bukan?) akan sepenuh hati menganggap Mengejar Mas-Mas
(MMM) sebagai sebuah film komedi. Sedangkan bagi yang cukup paham
riwayat filmografi Rudi, di kepala mereka muncul pertanyaan baru: apa
hubungannya dengan Mengejar Matahari (MM), film yang juga
disutradarainya empat tahun silam? Sebab, ambillah contoh, bukankah
ketika Richard Linklater mengeluarkan Before Sunset (2004), film itu
adalah sekuel dari Before Sunrise (1995), yang membuat penonton jatuh
cinta pada petualangan semalam Ethan Hawke-Julie Delphy?



Ternyata dua dugaan itu kandas bersamaan. MMM bukan lanjutan kisah
persahabatan empat remaja putra dalam MM. Ini kisah baru, tentang
pertemanan (tak sengaja) seorang cewek 17 tahun yang selalu sewot
bernama Shanaz (Poppy Sovia) dengan Ningsih (Dinna Olivia), sekuntum
pelacur yang terlalu kinyis-kinyis untuk ukuran lokalisasi sumpek Pasar
Kembang, Yogyakarta. Mau dibuat sekumal apa pun dan ditempatkan di
kamar sebusuk apa pun dia, wajah Dinna Olivia tetap terlalu city girl.
Meski diakui upaya Dinna untuk berbahasa Indonesia dengan aksen Jawa
itu jauh lebih meyakinkan daripada, katakanlah, Shanty yang mencoba
bledag-bledug dalam film Berbagi Suami.


Untuk membuat persahabatan Ningsih—yang mengaku sebagai Bu Dosen Norma
di tempat kosnya—dan Shanaz tidak melulu
adem-ayem-tentrem-kerto-raharjo, dimasukkanlah “bumbu” bernama Parno
(Dwi Sasono), pengamen campur sari yang mengaku pernah pacaran selama
empat jam dengan Ningsih (“Jam kelima aku putuskan karena dia mengaku
pelacur,” kata Parno kepada Shanaz). Tapi diam-diam pengamen yang
umurnya 20 tahun lebih tua itu mulai tebar pesona mengantarkan Shanaz
ke sana-kemari dengan sepeda ontelnya yang tak bisa direm. (Memangnya
seberapa mahalkah ongkos memperbaiki rem sepeda di Yogya, coba tebak?)



Dengan kisah hubungan tigaan yang potensial dieksplorasi seperti itu,
aneh juga jika Rudi dan penulis skenario Monty Tiwa—mereka sudah
bahu-membahu membuat 9 Naga, Mendadak Dangdut, dan Pocong 2—masih
membutuhkan opening bertele-tele sekadar agar Shanaz bisa kabur dari
rumahnya di Jakarta dan hinggap di Yogyakarta. Bukan karena ihwal
kaburnya seorang gadis, yang jamak dijadikan tema film remaja itu, yang
membuat film ini menjadi “lucu”. Tetapi simaklah problem pemantiknya
yang terlalu klise: bapak Shanaz “harus” meninggal lebih dulu, dan sang
ibu—betul sekali!—punya rencana menikah lagi dengan seorang om botak
yang luar biasa membuat muak sang anak. Oh, my God!



Di Yogya, Shanaz yang selalu memakai hot pants (celana pendek banget
itu) seolah tak punya baju lain, bertemu serenceng kesialan. Mulai dari
pacarnya Mika yang telanjur naik gunung (terdengar seperti hobi favorit
protagonis pria di film dan novel-novel pop kita tahun 1970-an) sampai
tak memiliki sedikit pun uang untuk bermalam di motel dengan kipas
angin berisik yang lebih mendatangkan hawa panas ketimbang sejuk.



Jika hal-hal itu masih belum terlalu ajaib, saksikanlah bagaimana awal
perjumpaan Shanaz dan Ningsih yang jelas menggambarkan kerepotan Monty
untuk “memasukkan” Shanaz ke dunia Ningsih. Belum lagi keuletan Monty
untuk mencari sebuah “adegan orisinal” agar ciuman antara Shanaz dan
Parno bisa terbebas dari gunting sensor LSF. Ciuman mesrakah itu?
Tidak, itu ciuman pertolongan pertama pada kecelakaan! Sebab, Parno tak
sengaja menelan umang-umang yang membuat nyawanya di ujung tanduk jika
“tak segera ditolong”. Jadi, bagaimana mungkin adegan sepenting ini
akan dikudung LSF?


Dan persis di titik inilah penonton semakin sulit mengejar (logika
bercerita) Mas (Monty)-Mas (Rudi). Semakin banyak kebetulan yang ingin
dihindari, semakin bertumpuk kejanggalan yang terjadi. Jika film ini
diniatkan untuk mengimbangi satir karikatural Kejarlah Daku Kau
Kutangkap (sutradara Chaerul Umam, skenario Asrul Sani) seperti
dilansir dalam situs web Mengejar Mas-Mas, yang dikhawatirkan adalah
penonton akan keceplosan berkomentar, “Oh, my God!” Sebab, jarak kedua
film ini terlalu jauh. Tak akan tertangkap.sunny
Resensi Tentang Film Mengejar Mas Mas 1_584549046m
Kembali Ke Atas Go down
http://www.friendster.com/indrikoeh
 
Resensi Tentang Film Mengejar Mas Mas
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Resensi Tentang Film 9 Naga
» BIOSKOP >>>> Film : Bukan Bintang Biasa
» Tentang Cinta
» Persepsi Tentang Sifat
» Share: Pilem Yang Lo Paling Ga Suka..

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
_--great community--_ :: ..:: LIFE STYLE ::.. :: Film-
Navigasi: